Bicara tentang komitmen membangun pendidikan, saya sebagai guru pesimistik di era otonomi daerah sekarang ini, karena kenyataan pendidikan dewasa ini hanya dijadikan sebagai sarana kepentingan politik semata, kita akan ragu dengan komitmem tentang pembangunan pendidikan ketika asfek politik telah merasukinya. Bukti yang jelas kita dapat melihat bagaimana perekrutan kepala sekolah di era otonomi dewasa ini satu-satunya seleksi adalah ” like or dislike”.
Jangan pernah menanyakan kompetensi, jangan pernah menanyakan prestasi karena itu hanya bahasa basi, jadi jelas bagi kebanyakan daerah, otonomi telah disalah artikan.
Berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang tertuang dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri seakan tidak dibutuhkan memiliki arti bagi daerah, karena bila dicermati apa yang tertuang dalam peraturan tersebut telah dlanggar dengan terbitnya kebijakan, keputusan pemda/pemko yang jelas bertentangan. Contoh kongkrit yang dapat kita lihat adalah Standar Kepala sekolah yang telah ditetapkan untuk SMA :
1. Masa Kerja diatas 5 Tahun
2. Golongan minimal III C
3. Telah Lulus Sertifikasi
4. Pernah Mengikuti Pelatihan Calon Kepala Sekolah
5. Syarat yang berhubungan dengan WNI
Bila kita melihat kenyataan dengan siapa dan bagaiman kepala sekolah ditempatkan di daerah kita masing-masing syarat-syarat diatas tidakpernah dipertimbangkan.
Jika hal ini berlangsung terus menerus "Kapan Pendidikan Kita Bisa Maju"???
Stop Kecurangan, jauhkan Pendidikan dari kepentingan politik praktis!!!